Jumat, 08 April 2011

Kutukan Emas Hitam

Tentara pemberontak Libya. Foto: Gettyimages











Memiliki sumber daya alam yang melimpah tak menjamin warga di suatu negara akan sejahtera. Sebaliknya, kutukan sumber daya alam (resource curse) menghantui daerah-daerah yang memiliki potensi minyak dan gas yang besar.

Buku Escaping the Resource Curse suntingan Macartan Humpray, Jeffrey Sachs dan Joseph Stiglitz menjelaskan, negara yang punya sumber daya alam yang melimpah justru sering gagal mendapatkan manfaat jangka panjang dari kekayaan alamnya. Daerah kaya malah jadi lebih miskin dan bermasalah dari daerah lain dengan sumber daya alam terbatas.

Kondisi ini bisa dilihat jelas di Afrika. Libya, misalnya. Meski bukan penghasil minyak terbesar, Libya adalah negara di Afrika dengan cadangan minyak paling banyak.

Tetapi kucuran emas hitam hanya jadi modal hidup mewah bagi Qadhafi dan keluarga. Mereka berfoya-foya menghabiskan uang, antara lain dengan menyewa artis-artis internasional untuk menghibur mereka. Sebagai contoh: Mariah Carey, Beyonce Knowles, dan Usher pernah disewa untuk tampil dalam acara tahun baru anak Qadhafi. Penyanyi Nelly Furtado mengaku pernah dibayar US$ 1 juta untuk tampil selama 45 menit.
Sementara itu, rakyat Libya malah hidup dalam kediktatoran. Sang pemimpin revolusi tak ingin kekuasannya diancam. Hampir 20 persen rakyat Libya dijadikan mata-mata untuk mengawasi teman dan tetangga mereka sendiri. Kondisi ini makin runyam setelah serangan tentara sekutu ke negara itu -- yang dicurigai juga tak terlepas dari perkara cadangan minyak.
Kekayaan sumber daya alam membuat pemimpin sebuah negara cenderung otoriter sebab ia ingin selalu menguasai kekayaan yang sangat besar. Kondisi ini dimanfaatkan oleh perusahaan asing yang berkepentingan menguasai sumber daya alam — yang memberi imbalan kepada penguasa otoriter demi mempertahankan konsesinya.
Imbalan tersebut menjadi modal finansial bagi para penguasa, dan memberikan alasan kuat bagi mereka untuk mempertahankan kekuasaannya.
Ini menjelaskan kondisi yang terjadi, kenapa negara-negara yang kaya sumber daya alam menjadi kurang demokratis dan kerap dipimpin penguasa represif. Negara-negara itu juga mudah jatuh dalam perang saudara, guna memperebutkan kekuasaan dan kemudahan yang datang bersama kekuasaan itu.
Seharusnya mengelola kekayaan alam yang sudah tersedia jauh lebih mudah ketimbang menciptakan sumber pendapatan baru. Namun kenyataannya justru sebaliknya. Pada akhirnya, terbukti bahwa kesejahteraan suatu negara tak ditentukan oleh potensi sumber daya alamnya, melainkan oleh bagaimana negara itu dikelola.
Bagaimana dengan Indonesia?

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More